Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz 4 empat Golongan Manusia Menurut Imam Al-GhazaliImam Al Ghazali membagi manusia menjadi empat 4 golongan;Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, dan dia Tahu kalau dirinya Tahu.Orang ini bisa disebut alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu.Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang tidak tahu tidak atau belum berilmu, tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu.Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang Tidak Tahu tidak berilmu, dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu.Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di golongan ke empat ini disebut juga sebagai manusia jahil, apa itu jahil ?Secara bahasa, al-jahlu merupakan bentuk mashdar dari kata kerja jahila-yajhalu-jahlan, artinya lawan kata dari ilmu atau melakukan sesuatu tanpa ilmu tidak memiliki ilmu tentang kebenaran. Maka do’a yang disunnahkanpun tidak memakai kalimat Jahlu, tapi memakai kata Innasiina jika lupa bukan jika tidak tahu seperti contoh berikut رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَاYa Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalahJahil suatu posisi tidak di sukai oleh Allah SWT, sebagaimana masyarakat jahiliyah yang melarang kaum mendengarkan Al Qur’an dengan sungguh-sungguh karena kwartir terpengaruh dan masuk pada agama Islam karena mereka menganggap karya mereka lebih baik sangat baik, sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak pernah mendapat SAW diberikan pendidikan dari yang Maha di tempat terpencil dan Ilmu yang Murni serta perbuatan yang dilakukan masyarakat jahiliyah diantaranya A. Menyembah berhala sebagai wasilah, menyembah malaikat sebagai anak Tuhan, bahkan menganggap Allah SWT bersekutu dengan Jin, bahkan orang yang dianggap Sholih pun disempah sebagai wasilah ini adalah perbuatan masyarakat jahiliyah yang jika masih ada di lingkungan kita, wajib kita luruskannya untuk kembali Meminum Khomr dan Mabuk-mabukan, Kata Khamar berasal dari bahasa arab, al-khamru, yang artinya satrusy syai’/penutup sesuatu, sesuatu yang bersifat menutup dan menghalangi. Anggur di permentasi dan ditutup serta disimpan sampai berubah menjadi minuman beralkohol, sehingga orang yang meminum mabuk, tertutup akal sehatnya tidak dapat membedakan baik maupun Melakukan perjudian Maisir,Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut Melakukan perzinahan, dalam perzinaan pernikahan ala masyarakat jahiliyah memiliki bermacam-macam cara diantaranya terdapat 4 Bentuk Perkawinan pada Zaman Jahiliyah Selain mengokohkan bangunan tauhid, Islam juga hadir menyempurnakan ajaran-ajaran umat sebelumnya sekaligus menghapus tradisi-tradisi buruk mereka. Salah satunya adalah tradisi buruk dalam pernikahan masyarakat jahiliyah. Lantas seperti apakah tradisi dan praktik pernikahan di zaman jelang Nabi diutus itu? Dalam al-Hawi al-Kabir, al-Mawardi menuturkan, ada empat bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah, yakni 1 pernikahan al-wilâdah, 2 pernikahan al-istibdhâ, 3 pernikahan al-rahth, dan 4 pernikahan al-râyahKeempat bentuk pernikahan ini berdasarkan hadits Aisyah yang diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahîh-nya. أَنَّ النِّكَاحَ فِي الجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْحَاءٍ فَنِكَاحٌ مِنْهَا نِكَاحُ النَّاسِ اليَوْمَ Artinya, “Sesungguhnya pernikahan pada zaman jahiliyah ada empat bentuk. Satu bentuk di antaranya adalah pernikahan seperti orang-orang sekarang,” HR al-Bukhari. Pertama, pernikahan al-wilâdah. Dalam pernikahan ini, seorang laki-laki atau seorang pemuda datang kepada orang tua sang gadis untuk melamarnya. Kemudian ia menikahinya disertai dengan pernikahan al-istibdhâ. Dalam pernikahan ini, seorang suami meminta istrinya pergi kepada laki-laki terpandang dan meminta dicampurinya. Setelah itu, si suami menjauhinya dan tidak menyentuhnya lagi hingga terlihat hamil oleh laki-laki tersebut. Hal itu dilakukan semata karena menginginkan keturunan yang bagus dan luhur. Ketiga, pernikahan al-rahth. Dalam pernikahan ini, sekelompok laki-laki—kurang dari sepuluh orang—bersama-sama menikahi satu orang perempuan dan mencampurinya. Setelah hamil dan melahirkan, si perempuan mengirim utusan kepada mereka. Tak ada satu pun di antara mereka yang menolak datang dan berkumpul. Di hadapan mereka, si perempuan mengatakan, “Kalian tahu apa yang terjadi di antara kalian denganku. Kini aku telah melahirkan. Dan ini adalah anakmu, hai fulan sambil menyebut namanya.” Si perempuan menasabkan anaknya kepada seorang laki-laki dan laki-laki itu tidak bisa pernikahan al-râyah. Dalam pernikahan ini, sejumlah laki-laki datang ke tempat para perempuan sundal. Sebagai tandanya, perempuan-perempuan itu menancapkan bendera al-râyah di depan pintu rumah mereka. Sehingga, siapa pun laki-laki yang melintas dan menginginkannya, tinggal masuk ke dalam rumah. Jika salah seorang perempuan itu hamil dan melahirkan, para laki-laki tadi akan dikumpulkan. Mereka akan membiarkan seorang qa’if, seorang yang pandai mengamati tanda-tanda anak dari turunan siapa. Setelah itu, sang qa’if akan menasabkan anak tersebut kepada seorang laki-laki yang juga disetujui si perempuan. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bisa menolak anak bentuk-bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua sekaligus bisa menjauhi praktik-praktik pernikahan ala jahiliyah yang diharamkan syariatE. Perbuatan masyarakat jahiliyah juga wanita diwariskan bukan mendapatkan waris, bahwa janda dari orang yang meninggal itu dianggap sebagai warisan dan boleh berpindah tangan dari si ayah kepada Melakukan perbudakanG. Menjalankan praktik riba Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban telah melarang memakan riba. Allah berfirman dalam QS An Nisaa ayat 160-161فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًاMaka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas memakan makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah,وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًاdan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang di ayat lain dikatakan Allah SWT menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba. QS Al-Baqarah ayat 275الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَOrang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di bentuk-bentuk perbuatan yang seburuk-buruknya pada zaman jahiliyah. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua sekaligus bisa menjauhi praktik-praktik ala jahiliyah yang diharamkan syariat Agama bermanfaatNashrun minallah wafathun QoriibWabasyiril Mu’mininWassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh
Menjagalisan menurut al-Ghazali, dimulai dari memahami bahwa fungsi lisan adalah alat wicara apa yang terdapat di dalam hati. Ia mengatakan, “ (Allah) telah penuhi hati manusia dengan gudang-gudang ilmu dan Dia sempurnakannya. Kemudian, Allah turunkan tabir untuk apa yang ada dalam hati itu sebagai bagian dari kasih sayang-Nya.
Imam Al-Ghazali menyebutkan ilmu muamalah, yaitu ilmu perihal aktivitas rohani atau amaliah batin. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin membagi secara rinci dua jenis aktivitas atau amaliah batin tersebut, sebagian sifat terpuji dan sebagian sifat tercela. Imam Al-Ghazali mengatakan, pengetahuan atas hakikat, cakupan, efek, dan pemulihan atas sifat terpuji merupakan ilmu akhirat. Pengetahuan seperti ini merupakan pengetahuan atas akhirat, dalam arti untuk kemaslahatan yang mengamalkannya di akhirat. فمعرفة حقائق هذه الأحوال وحدودها وأسبابها التي بها تكتسب وثمرتها وعلامتها ومعالجة ما ضعف منها حتى يقوى وما زال حتى يعود من علم الآخرة Artinya, “Mengetahui hakikat, batasan, sebab-sebab yang dapat membentuknya, buahnya, tandanya, dan memulihkan kelemahannya sehingga menjadi kuat, dan mengembalikan yang hilang sehingga hadir kembali, termasuk ilmu akhirat,” Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 34-35. Imam Al-Ghazali lebih lanjut menyebutkan amaliah batin yang terpuji, yaitu sabar, syukur, takut, harap, ridha, zuhud, takwa, qana’ah, murah hati, menyadari anugerah Allah atas segala keadaan baik maupun tidak baik-baik saja, ihsan, baik sangka, akhlak yang baik, perilaku yang baik kepada orang lain, jujur, dan ikhlas. Adapun sifat tercela antara lain adalah takut fakir, mengutuk takdir, dengki, dendam, hasad, penipuan/pengkhianatan, mengejar ketinggian, menyukai pujian, menyenangi panjang umur dengan niat menikmati dunia, sombong, riya, marah, kekerasan, permusuhan, kemarahan, tamak, bakhil, kesenangan, boros, kegembiraan melewati batas, arogan, menghormati orang atas dasar kekayaannya, merendahkan orang miskin, rongkah, menang-menangan, bangga, ketinggian hati untuk mengikuti kebenaran, tenggelam dalam masalah yang tidak penting, senang banyak bicara, membual, perilaku yang dibuat-buat, cari muka, ujub, sibuk dengan aib orang lain, hilangnya penyesalan atas kebaikan dan rasa takut dari dalam hati, sibuk membela diri ketika mengalami kehinaan, kendur dalam membela kebenaran, mencari teman untuk memusuhi rohani, merasa aman dari tipu daya Allah ketika musibah datang, bersandar pada ibadah, makar dan khianat, manipulasi, panjang angan-angan, keras hati, kejam, senang pada dunia, sedih atas kehilangan dunia, nyaman dengan makhluk, resah dalam kesendirian, ceroboh, tergesa-gesa, kurang malu, dan sedikit memiliki belah kasih. “Semua sifat tercela ini merupakan lahan luas atas perbuatan keji dan lahan subur atas tindakan-tindakan yang diharamkan dalam agama. Adapun lawannya, sifat terpuji merupakan bibit-bibit ibadah dan jalan taqarub,” Al-Ghazali, 2018 M I/35. Pengetahuan atas kemaslahatan akhirat seperti ini, kata Imam Al-Ghazali, hukumnya fardhu ain dalam fatwa ulama-ulama akhirat. Adapun amaliah batin ini mengandung nilai besar. Aktivitas batin dinilai jauh lebih utama daripada aktivitas lahiriah. Ibadah sifat terpuji secara batin ini memiliki bobot yang jauh lebih tinggi daripada ibadah lahiriah. فيها أيضا تحصل له طاعة القلوب وأعمالها وذرة منها خير من أمثال الجبال من أعمال الجوارح وذلك مثل الصبر والرضا والزهد والتوكل وحب لقاء الله تعالى Artinya, “Pada ujian itu terdapat ketaatan dan amal batin. Sebutir zarah amal batin lebih baik daripada amal ibadah yang menggunung secara lahiriah anggota badan. Amal batin itu adalah sabar, ridha, zuhud, tawakal, dan senang berjumpa dengan Allah,” Lihat Syekh Ibnu Abbad, Ghayatul Mawahibil Aliyyah fi Syarhil Hikam Al-Atha’iyyah, [Semarang, Maktabah Thaha Putra tanpa catatan tahun], juz I, halaman 78. Semua sifat terpuji dan sifat tercela itu memerlukan kajian lanjutan. Tetapi dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa kita harus melatih dan mendidik diri kita agar dapat memiliki sifat-sifat terpuji guna kemaslahatan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam. Alhafiz Kurniawan
Manusiadalam Pandangan Imam Al-Ghazali. Jurnal Visipena. STIKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh. Volume VII no. 2. Imam al-ghazali. 2021. Ada beberapa ketentuan yang ada pada struktur hal: 1) Harus berupa isim sifat. Isim sifat ada tujuh macam, yaitu isim fa’il, isim maf’ul, sifat musyabbahat, isim tafdlil, masdar yang digunakan
Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda. Tentu hal ini merupakan fitrah dari Allah SWT. tidak ada yang sama, termasuk dalam hal hubungan mereka dengan sesama perbedaan itu bukanlah suatu masalah jika memiliki hati yang baik dan takwa, tentunya tidak hanya secara vertikal, yakni antara manusia dengan Sang Pencipta, tetapi juga secara horizontal, yakni antara manusia dengan manusia yang al-Ghazali, dalam kitab Bidâyatul Hidâyah menjelaskan bahwa ada tiga kategori golongan manusia, dilihat dari cara mereka bergaul dan bersosialisasi dengan sesama menyebutkan bahwa dalam hubungan sesamanya, manusia terbagi menjadi tiga manusia yang tergolong dalam derajat yang mulia sebagaimana derajatnya para Imam al-Ghazali, orang-orang yang termasuk dalam kategori ini senantiasa berbuat baik dengan sesama manusia, tidak hanya berbuat baik, mereka juga senantiasa memberikan kebahagian kepada sesama. Tidak hobi menyakiti orang lain, juga tidak suka berperilaku menyimpang kepada orang manusia seperti inilah yang disebut Imam al-Ghazali sebagai golongan yang termasuk “Manzilatul kirâm al-bararah minal malâikah”, yakni golongan manusia yang sikapnya setara dengan golongan malaikat yang manusia yang setara dan sederajat dengan hewan dan benda-benda mati. Oleh al-Ghazali disebut setara dengan hewan dan benda mati, karena keberadaannya tidak memberikan dampak dan manfaat bagi orang lain, tetapi malah memberikan madharat dan bahaya bagi orang benda-benda mati, ia hanya stagnan, tidak bergerak, dan pula tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia yang golongan yang terakhir adalah golongan yang sama dengan golongan hewan-hewan buas, seperti ular, kalajengking dan hewan-hewan berbahaya yang penulis Ihyâ’ Ulûmiddin ini, manusia yang termasuk golongan ini menjadi momok bagi manusia lain. Tidak ada kebaikan yang bisa diharapkan, dampak bahayanya sangat atau tidak, dalam kehidupan bermasyarakat, pasti kita temukan orang-orang yang seperti ini, baik golongan pertama kedua maupun ketiga. Imam al-Ghazali menyarankan agar kita bergaul dan berinteraksi dengan golongan yang pertama, agar kita tidak mendapatkan al-Ghazali juga menyarankan agar kita senantiasa berusaha untuk menjadi bagian kelompok pertama. Jika kita tidak mampu, berusahalah agar tidak menjadi golongan kedua maupun a’ ini sebelumnya telah dimuat di NU Online.KDZ9.